Rabu, 20 Februari 2008

Oh... LAPINDO

DPR terbelah dua menanggapi kasus Lapindo. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) menyimpulkan -setelah melakukan berbagai pengamatan- bahwa bencana Lapindo murni faktor alam. Temuan tim bentukan DPR ini ternyata tidak diamini semua anggota DPR. Sebagian anggota parlemen menganggap semburan lumpur, tidak sekedar sebagai bencana alam, tapi juga ada campur tangan kesalahan Lapindo di dalamnya.

Kesimpulan BPLS ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap nasib ribuan rakyat di sekitar Lapindo. Sebagian mereka memperjuangkan nasibnya melalui jalur hukum. Sebagian lain, memilih untuk memberi support terhadap upaya hukum dengan jalan berdemo. Nasibnya pun sama. Semua usaha tersebut belum juga melahirkan kebijakan pemerintah yang dapat menenangkan rakyat.

Sejatinya kompensasi yang telah diterima rakyat secara bertahap 20 persen di awal dan 80 persen setahun berikutnya, dapat sedikit membuat rakyat lega. Persoalannya, dampak semburan lumpur ini tak semudah itu terselesaikan. Pertama, perpindahan pendudukan korban lumpur ke tempat yang baru tentu akan melahirkan dampak sosial baru, baik berupa pengangguran ataupun kesenjangan sosial. Kedua, Penduduk tersebut selama ini biasa menggantungkan hidupnya pada bantuan orang lain. Ini bisa berakibat buruk pada perkembangan etos kerja mereka selanjutnya. Ketiga, pemerintah masih belum mampu menghentikan luapan lumpur, sehingga korban-korban berikutnya tinggal menunggu waktu saja. Korban "baru" ini yang tidak teridentifikasi untuk mendapat hak kompensasi kemudian juga merasa berhak atas kompensasi dari Lapindo.

Persoalan-persoalan ini tentu urgen untuk segera diselesaikan. Jangan hanya terpaku pada perdebatan, apakah ini bencana atau human error. Ada banyak problem yang harus segera dipikirkan oleh pemerintah dari sekedar memperdebatkan status hukumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar