Rabu, 17 Juni 2009

Bangunan Tinggi Tanda Kiamat

Seorang mahasiswi dari arsitek bertanya: Bagaimana yang dimaksud dengan salah satu hadis Nabi bahwa salah satu tanda kiamat adalah didirikannya bangunan tinggi?

Sebelumnya telah saya kutipkan Hadis yang dimaksud dalam email yang saya kirimkan pada penanya. Hadis tersebut saya temukan dalam kitab Shohih Bukhori. Hadis ini sebenarnya secara umum berbicara bukan tentang tanda-tanda kiamat. Yang menjadi titik tekannya menurut saya adalah persoalan keimanan. Asumsi saya ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa hadis ini juga terletak pada bab Iman di kitab shohih Bukhori. Sementara kiamat adalah satu hal dari beberapa hal yang mendapat porsi dalam keimanan. Nabi sendiri tidak merinci bagaimana kiamat itu terjadi. Nabi hanya menjelaskan beberapa tanda ketika kiamat itu akan tiba.

Dalam hadis ini Nabi menyebutkan dua tanda: Ketika seorang budak melahirkan tuannnya dan ketika para pengembala unta berlomba-lomba meninggikan gedung-gedung milik mereka. Tanda kiamat yang lain sebenarnya banyak dituturkan Nabi dalam hadis yang lain. Misalnya: Merajalelanya kebodohan (moral), lelaki menyerupai wanita dan sebaliknya, Quran tinggal tulisan, Islam tinggal nama, serta tanda-tanda lain yang begitu banyak tersurat dalam beberapa hadis.

Tanda-tanda tersebut akan diartikan dan diimani secara tekstual juga boleh-boleh saja. Hanya saja, ada beberapa hal yang menurut saya akan lebih baik kalau direnungkan ketika mencoba menginterpretasikan hadis-hadis tentang tanda kiamat ini. Hal ini terkait bagaimana menjelaskan tanda-tanda tersebut secara akademis dan ilmiah.

Pertama, Hadis atau Sunnah tidaklah hidup di ruang yang kosong. Ia lahir dan hidup pada satu waktu, satu tempat, dan satu kondisi sosial sendiri. Begitu juga hadis tentang tanda-tanda kiamat. Menurut saya, ada beberapa tanda yang harus diterjemahkan tidak secara tekstual, karena sangat berbau local genius saat hadis itu dilahirkan. Sehingga pemaknaannya untuk masa kini dengan masa, tempat, dan kondisi sosial yang berbeda juga semestinya menyesuaikan.

Kedua, kalau saya perhatikan dan saya teliti, sebenarnya beberapa tanda-tanda kiamat yang disampaikan dalam beberapa hadis Nabi yang berbeda dan tersebar dalam kitab-kitab hadis yang berbeda mengerucut pada satu hal. Tanda itu adalah “ketika dunia sudah tidak lagi menjalankan hukum alam (sunnatullah –ada juga yang menyebutnya dengan syari’ah), maka terjadilah kiamat”. Dalam bahasa hukumnya, kiamat terjadi ketika apa yang seharusnya dan idealnya berlaku tidak terjadi pada kenyataannya (Das sollen tidak sesuai dengan Das sein).

Ini cukup panjang untuk dijelaskan. Ok, agar supaya lebih fokus dan lebih mudah, kita langsung saja ambil contoh tanda kiamat, “didirikannya bangunan-bangunan yang menjulang tinggi”. Sepengetahuan saya, ada dua hadis terkenal yang mengaitkan akhir zaman dengan bangunan.
  • Hadis yang saya kutipkan di atas. Hadis itu menyebutkan bahwa ketika pengembala unta berlomba-lomba mendirikan bangunan tinggi, itu menjadi pertanda tibanya kiamat. Tanda yang ini sangat local genius Arab, terlihat dari pengambilan unta –hewan ternak di Arab- sebagai contoh. Oleh karenanya, diharuskan memahami kondisi sosial pada saat itu untuk bisa mengambil ibroh (pelajaran). Pengembala unta pada masa itu identik dengan orang Badui (orang udik) yang kehidupannya nomaden atau sangat terpencil jauh dari peradaban kota (untuk mendapat keterangan ini baca karya Ibnu Khaldun “Muqaddimah”). Sehingga kalau mereka sampai membangun bangunan yang tinggi dan megah adalah satu fenomena yang dianggap menyalahi kebiasaan (hukum alam/sunnatullah). Seolah dunia sudah terbalik. Jadi hadis ini, akan lebih pas menurut saya kalau dipahami secara konstektual. Intinya ada pada pengingkaran terhadap sunnatullah. Contohnya, kalau hutan itu ditebang, sunnatullah-nya memang akan terjadi beberapa efek domino yang ujungnya akan melahirkan bencana. Oleh karenanya, jangan merusak sistem sunnatullah yang telah meletakkan alam ini secara seimbang.
  • Hadis yang menyebutkan bahwa di akhir zaman “bangunan masjid megah dan ramai namun jauh dari petunjuk Allah”. Nah, untuk hadis yang ini, sah-sah saja kalau akan diartikan secara tekstual. Masjid itu adalah tempat beribadah, tempat bersilaturrahmi, tempat belajar, dan fungsi-fungsi kemasyarakatan yang lain. Namun yang terjadi akhir-akhir ini, banyak sekali masjid yang dibangun dengan dana mahal dan arsitektur modern, tapi tidak menjalankan fungsi masjid dengan baik. Secara hukum alam, masjid itu bukan tempat tidur. Ia adalah tempat sholat dan tempat ilmu. Ia juga bukan sekedar tempat rekreasi guna memamerkan keindahan bangunannya saja. Ketika hukum alam itu tidak lagi dijalankan, maka itu pertanda akhir zaman.

Demikian, semoga dapat bermanfaat.

Minggu, 14 Juni 2009

Dialog "Cinta" Bersama SO7

Aku tak akan tenang bila kewarasanku kembali datang. Bila harus kembali mengingat bahwa hanya dirimu yang bisa meramaikan kesepianku. Kalau hanya dirimu yang sanggup membangunkanku. Saat ketidakwarasanku yang datang, dinding-dinding kamarku ini menjadi teman yang begitu setia menjadi tajalli dirimu. Tanpa kehadiranmu, aku justru semakin bisa menghayati keberadaanmu. Tanpa bisa menyentuhmu, kurasakan kedekatanmu dihatiku. Tanpa bibirku bergerak, detakan hatiku berjalan ke arahmu.


Belum pernah kebahagiaan seperti ini menghinggapiku. Jatuh hati kepadamu. Tumbuhkan nyaliku tuk katakan padamu, aku cinta padamu. Kuyakin kau tahu perasaanku padamu. Hanya saja seolah kau tak tahu kaulah yang sedang kutuju. Akan kunantikan hatimu mengiyakanku. Saat itu, setiap langkah yang kupijak kulalui bersamamu. Setiap tintaku hanya akan menulis atas namamu. Aku mau kau tahu, tiap tetes tatapmu padaku selalu mengiringi tanyaku, ”kapan kau jadi milikku?”


Sadarkah kau kusayangi, sadarkah untukmu aku kan banyak berbuat sesuatu. Diamku bukanlah tidak menginginkanmu. Sayang kau tidak mendengar degup jantungku yang kian berisik saat ku melihatmu. Itu tanda perasaan cintaku. Aku kan selalu mendampingimu, bila bahagia yang akan kau tuju, bila cahaya bimbingan yang kau harap kan menemanimu. Jangan hanya diriku yang tahu aku mencintaimu. Kuminta jadilah warna hidupku. Maukah hidup bersamaku?